Kamis, 22 Januari 2009

jumawa

jumawa : merasa besar kepala (http://kamus.kbbi.or.id/jumawa.html)


jumawa : angkuh (http://www.geocities.com/sesotya_pita/bausastra/kamus/J.htm)


Barangkali, kesempatan untuk menjalankan sholat Jumat bersama temen2 ukmr merupakan kesempatan yang jarang ditemui. Toh, selama di ITB kita berada di daerah kosan yang berbeda yang mana menyebabkan ketidakmungkinan untuk melakukan sholat jumat bareng di satu tempat. Selain itu, kita juga berasal dari prodi yang berbeda sehingga ketidakmungkinan itu pun menjadi sempurna. Dan, kesempatan seperti yang ada pada tanggal 16 januari 2009 itu adalah kesempatan langka, ketika kita mengadakan kumpul bareng sebelum bertolak ke SMA Plus dalam pelaksanaan rangkaian acara GJJ(Ganesha Jalan-Jalan) 2009.

Alhasil, mesjid di dekat basecamp pun menjadi tempat perlabuhan kami. Setelah berdebat sebentar perihal ketepatan waktu kedatangan di mesjid, saya juga baru tahu, katanya kalau adzan sudah berkumandang, pahala yang kita terima jika kita belum sampai di mesjid menjadi 0. Benarkah itu ? Haha....semuanya kita serahkan saja pada-Nya karena toh ini memang Beliau yang Maha Memiliki Hak terhadap hal itu.

Sebenarnya, saya cukup jarang memperhatikan khutbah jumat, biasanya hanya mendengar sambil lalu saja. Tapi, barangkali ini beda karena sudah lama juga tidak shlat jumat di pekanbaru. Inti khutbah dari khatib adalah jangan menjadi orang yang sombong nan angkuh.

Khatib mengambil sejarah yang mengungkapkan bahwa suatu waktu Nabi Musa pernah di tanyakan oleh kaumnya. "Wahai Nabi Musa, siapakah orang yang paling pandai ilmunya di dunia ini ?". Dan tebak, pada waktu itu Nabi Musa berujar bahwa dirinyalah yang paling pandai ilmu di dunia. Sebagaimana frase yang sudah saya bold di atas, Allah murka dan menegur Nabi Musa.

Cerita itu sangat panjang, silakan dibaca sendiri dari Al Qur'an. Tapi sebagai gambaran umum, Allah menyuruh nabi Musa untuk berguru kepada nabi Khidir, seorang nabi yang tidak terkenal dan misterius di pinggiran pantai, pertemuan dua lautan.

Ketika mengikuti perjalanan nabi Khidir itulah, nabi Musa sempat beberapa kali dibuat heran dan marah, karena nabi Khidir melakukan hal-hal yang tidak masuk akalnya.

Yang pertama, Khidir merusak perahu nelayan miskin. Yang kedua, dia membunuh seorang anak kecil. Dan yang ketiga, dia mengajak Musa untuk membangun sebuah rumah tua yang sudah roboh, tanpa upah.

Maka, kata Khidhr, Inilah saat kita berpisah, karena engkau tidak sabar mengikutiku, sekarang aku tunjukkan alasan seluruh perbuatanku itu. Kemudian, Khidir membeberkan semuanya. bahwa, semua perbuatannya itu bukan karena hawa nafsunya, melainkan untuk kepentingan yang lebih besar, yang tidak diketahui oleh Musa.

Bahwa merusakkan perahu itu, justru untuk menyelamatkan perahu milik nelayan tersebut agar tidak dirampas oleh seorang raja lalim. Membunuh anak kecil, dimaksudkan untuk menyelamatkan anak itu sendiri dari dosa dan juga orang tuanya yang saleh. Karena anak itu akan menjadi anak yang jahat.

Sedangkan, membangun rumah yang roboh dimaksudkan untuk menyiapkan harta peninggalan bagi anak-anak yatim yang tinggal di rumah tersebut. Hartanya ditinggalkan di bawah rumah oleh orang tuanya yang telah meninggal dunia.

Dan yang menarik, di akhir cerita itu, Khidir mengungkapkan bahwa semua itu bukanlah atas kehendaknya, melainkan Kehendak Allah. Begitulah, Nabi Musa dihadapkan pada kenyataan bahwa dirinya bukanlah yang paling pandai ilmunya tepat ketika ia merasa sudah menjadi yang paling pandai di muka bumi. Sebagai bukti, semua perbuatan Nabi Khidir tidak ada yang bisa dijangkau oleh pemikiran Nabi Musa. Tidak ada pemahaman yang mendalam oleh Nabi Musa mengenai setiap laku Nabi Khidir. Bahkan Nabi Musa kali ini berbuat kesalahan. Melakukan sesuatu yang tidak disenangi Allah. Bersikap sombong. Padahal, Masih ada langit di atas langit.


Hal ini pula yang menjadi sesuatu yang sangat syukuri. Saya hanya teringat pengalaman saya ketika dari semenjak SD hingga SMP saya selalu berhasil setidaknya mendapat peringkat 1 dan sesekali 2 di kelas. Pernah pula menjadi juara umum di sekolah. Barangkali, jika suatu waktu di SMA saya tidak bertemu orang berinisial FF mungkin hingga hari ini pun saya masih jumawa. Lupa daratan. Temen saya ini lah yang akhirnya menyadarkan saya,,,bahwa saya tak lebih adalah orang biasa yang masih punya banyak kekurangan. Bertemu dengannya adalah salah satu keberuntungan bagi saya untuk menjadikannya refleksi dalam menjalani kehidupan setelah itu. Kemudian, keputusan untuk kuliah di Bandung yang didukung orang tua saya adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah saya ambil. Apa jadinya jika saya terus berkuliah di tempat saya besar sejak kecil ? Barangkali keangkuhan yang saya miliki akan semakin menjadi-jadi.

Senang rasanya, disadarkan dengan kenyataan bahwa ada orang-orang di luar sana yang punya kemampuan luar biasa. Senang rasanya, bertemu dengan putra-putri terbaik bangsa di Institut Terbaik Bangsa. Senang rasanya, menjadi orang biasa lagi, memulai segalanya dari awal. Sesungguhnya tanpa perjalanan hingga sekarang ini, barangkali hidup saya akan seperti katak dalam tempurung. Tidak mengenal dunia di luar tempurung.

Begitulah, betapa orang tua, secara intuitif menuntun kita menuju arah yang lebih baik. Bahkan jumawa terhadap orang tua kita pun dilarang. Apalagi terhadap orang lain. Terhadap-Nya ? Apa yang kita sombongkan karena kita tak lebih hanya sebutir pasir di dalam sahara.



3 komentar:

  1. baru nyadar skarang gaya postingannya lbh formal..

    yaya..mari kita sama2 belajar dan saling mengingatkan..

    BalasHapus
  2. seperti yang uda gw bilang berjuta2 kali...
    pongah itu boleh asal disertai skill...
    tapi klo ada orang lebih berskill yang pongah di depan kita, ya kita harus terima...
    memang kenyaaannya begitu...
    hoho...

    BalasHapus
  3. @ iiR : kok baru nyadar sih bu ?

    @ ical : yang pengen gw luruskan disini cal, jangan sampai orang yg mengungkap fakta itu dibilang sombong. Itu beda banget soalnya. Fakta ya fakta ,,, haha

    BalasHapus