Rabu, 30 Juli 2008

Zubair bin Awwam

Sehabis sholat Isya barusan...gw bongkar2 file di laptop gw. Sapa tau, ada yg bisa dihapus untuk efisiensi penyimpanan. Dan, gw pun nemu file dengan nama Zubair.docx. Gw inget2 lagi nih file isinya apa sekalian gw buka. Ternyata tugas ini adalah tugas untuk kelulusan mentoring agama gw pas semester lalu yg gw kerjain bareng Ical.

Gw pun jadi keinget kejadian masa tubes fantasista waktu di kosannya mami. Alih2 ngerjain bareng, tiap orang malah mengerjakan hal yg berbeda-beda. Di tengah kesibukan malam itu,,,gw pun dan ical saling lempar tanya dan jawab tentang tugas yg kita bikin.

Cal : Zubair bin apa ja ??
Gw : Awwam...lengkap juga bagian lo ?
Cal : iya,,,,julukannya aja gw ampe apal ....

selang lama beberapa saat gw baca2 lagi

Gw : Ethiopia emang Habsyi ya dulu namanya ?
Cal : Kali..sapa tau itu nama arabnya
Gw : Yg gw liat di i-net, si Zubari pas kejadian isu Rasul udah meninggal langsung ngunus2 pedang tp tanpa pakaian gitu cal
Cal : Kagak ah,,,biasa aja. Masa iya g pake baju dia keliling Mekkah

lama lagi g ada pembicaraan

Cal : Di gw kok 81 si ja ?
Gw : Yaelah beda dikit doang...cuma yg ini pas perang apa ya ???
Cal : gak tau,,,yg jelas lawannya Quraisy...

bla bla bla

Begitu gw merasa g enak gw pun mendongak dari layar monitor laptop gw dan heran..nih orang2 (fahmi mami agus cale titz) ngapain ngeliatin gw ama ical ??? Emang nya g boleh ya ngobrol ?????


Nah, inilah hasil tugas esai kami (gw dan ical waktu itu) :


Zubair bin Awwam merupakan salah satu sahabat Nabi yang merupakan salah satu dari golongan tujuh orang pertama yang menyatakan ke-Islam-annya. Pada saat Zubair masuk Islam, usianya baru lima belas tahun. Kecakapannya dalam menunggang kuda dan keberaniannya yang sangat besar membuat pra ahli sejarah menyebutnya sebagai “pedang pertama yang dihunuskan untuk membela Isalam”.

Sebutan ini bukan merupakan suatu yang dilebih-lebihkan, mengingat ada sebuah kisah yang menceritakan ketangguhan sahaba Nabi tersebut. Alkisah pada suatu hari, di awal-awal sejarah berdirinya Islam di mana Kaum Muslimin masih sembunyi-sembunyi di rumah Arqam., timbul kabar bahwa Rasulullah saw. telah terbunuh. Seketika sajam Zubair mengacungkan pedangnya dan berjalan di sekitar Kota Mekkah laksana angin kencang mencari kebenaran dari kabar tersebut. Akhirnya Zubair menemukan Nabi di suatu ketinggian kota Mekkah. Nabi yang mendengar cerita Zubair memohonkan bahagia kepadanya dan keampuhan bagi pedang Zubair.

Walaupun Zubair adalah seorang bangsawan yang terpandang, namun ia juga menanggung adzab derita dari kaum Quraisy seperti umat muslim di zaman tersebut. Ironis nya, penyiksaan Zubair dipimpin oleh pamannya sendiri. Pernah suatu kali ia disiksa dengan cara dikurung di ruangan yag dipenuhi oleh hembusan asap api yang menyesakkan. Namun Zubair tetap teguh pada pendiriannya dan bersumpah atas nama Allah SWT. bahwa ia tidak akan kembali lagi ke jalan kekafiran.

Zubair melakukan hijrah ke Habsyi (Ethiopia) sebanyak dua kali, kemudian ia kembali untuk menyertai semua peperangan bersama Rasulullah saw. Zubair merupakan pejuang yang amat hebat dan tangguh. Tak pernah sekalipun ia tertinggal untuk mengikuti peperangan demi membela Islam. Banyak sekali bekas tusukan dan luka-luka pada tubuhnya. Banyak sahabat yang telah melihat bekas-bekas luka tersebut berdecak kagum akan keberanian dan keperkasaan Zubair di medan perang.

Sebuah kisah yang menceritakan ketangguhan Zubair di medan perang terjadi pada saat perang Uhud selesai dan pasukan Quraisy kembai ke Mekkah. Zubair dan Abu Bakar diutus Nabi untuk menghalau kaum Quraisy. Hal ini ditujukan agar terihat seolah-olah kaum Muslim masih memiliki kekuatan yang besar, sehingga kaum Quraisy enggan untuk memulai peperangan baru di Madinah. Mereka berdua kemudian menghadang pasukan Quraisy dengan pasukan sebesar 70 orang. Kaum Quraisy yang gentar akan pasukan tersebut, mengira bahwa pasukan Zubair dan Abu Bakar sebagai pasukan perintis di depan pasukan besar di belakangnya, serta merta mempercepat langkah mereka untuk kembali ke Mekkah.

Zubair sangat gandrung dalam menemui syahid dan amat merindukan wafat di jalan Allah. Bahkan Zubair menamai anak-anaknya dengan nama para syuhada dengan harapan anak-anaknya dapat mewarisi keberanian para syuhada-syuhada tersebut, sehingga apabila anak-anak Zubair menemui ajal diharapkan mereka wafat dengan tercatat sebagai syuhada pula.

Selama hidupnya, Zubair tidak pernah memerintah satu daerah pun. Zubair merupakan prajurit perang sejati yang sempurna dengan pendirian yang teguh. Sekali pun ia bersama seratus ribu orang pasukan, namun terlihat seolah-olah dia sendirian di medan perang. Pernah pada suatu saat Zubair melihat sebagian pasukannya entarmelihat bala tentara Romawi. Serta-merta ia meneriakkan Allahu Akbar! Dan maju membelah pasukan musuh yang mendekat tersebut.

Keteguhan hati dan kekuatan urat syaraf nya juga merupakan suatu kelebihan Zubair yang tak tertandingi. Ketika Zubair menyaksikan pamannya Hamzah terbunuh di perang Uhud, dia dengan berjiwa ksatria menahan gejolak hati dengan memegang teguh hulu pedangnya. Ketika pengepungan atas Bani Quraidha sudah berlarut-larut tanpa hasil, Rasulullah mengirim Zubair dan Ali bin Abi Thalib. Zubair secara sponta berdiri di depan benteng Bani Quraidha dan berteriak bersumpah bahwa Bani Quraidha akan merasakan apa yang Hamzah rasakan. Dengan kekuatan urat syaraf tersebut, mereka berdua terjun ke dalam benteng dan membuka pintu gerbang benteng tersebut, tanpa menghiraukan pasukan lawan yang sudah gemetar dengan rasa takut. Di perang Hunain, Zubair yang melihat pasukan Hawazin yang sedang lari tunggang langgang karena kekalahan langsung menyerbu pasukan tersebut seorang diri dan dikucar-kacir kannya kesatuan mereka.

Kecintaan dan penghargaan Rasul terhadap Zubair amat besar. Bahkan Rasulullah secara pribadi menyebut Zubair sebagai pembelanya. Hal ini tidak dapat dipungkiri dikarenakan oleh pengabdian Zubair yang luar biasa, keberaniannya yang perkasa, kemurahannya yang idak terkira, dan pengorbanan diri dan hartanya untuk Allah SWT. Hasan bn Tsabit yang kagum akan sifat-sifat Zubair melukiskan sifat-sifat tersebut dengan sangat indah:

“Ia berdiri teguh menepati janjinya kepada Nabi dan mengikuti petunjuknya,. Menjadi pembelanya, sementara perbuatan sesuai dengan perkataannya. Ditempuhnya jalan yang telah digunakannya, tak hendak menyimpang daripadanya. Bertindak sebagai pembela kebenaran, karena kebenaran itu jalan sebaik-baiknya.

Zubair wafat dan menemui ajalnya dalam perang Jamal. Zubair yang selalu diikuti oleh golongan-golongan yang ingin menyebar api fitnah menusuk Zubair ketika ia sedang shalat menghadap Allah SWT. Si pembunuh yang merampas pedang-pedang Zubair, membawanya kepada Imam Ali dengan harapan ia akan mendapatkan hadiah. Namun ketika Ali melihat pedang tersebut ia justru memerintahkan agar pembunuh Zubair ditangkap. Sambil memandang pedang tersebut ali mencium pedang tersebut, mengagumi pedang tersebut dan pemiliknya yang senantiasamelindungi Rasulullah dari marabahaya. Kemudian Ali mengucapkan pujian terakhir unbtuk Zubair:

“Selamat dan bahagia bagi Zubair dalam kematian sesudah mencapai kejayaan hidupnya. Selamat, kemudian selamat kita ucapkan kepada pembela Rasulullah!”



2 komentar:

  1. ahaha..
    tetep aja lu A gw ditinggal B...
    cem MT... :D

    BalasHapus
  2. namanya juga kuliah agama cal ...
    gak cuma teori
    tapi diperlukan "praktek" yang bener


    ud ngerasa A belum praktekny ?

    BalasHapus